Oleh : Siti Nafidah Anshory
Rencana Menkes Nafsiah Mboi untuk melakukan kampanye kondom terus menuai kontroversi. Meski akhirnya menkes mengklarifikasi pernyataannya, bahwa yang menjadi sasaran program bukan kalangan remaja melainkan kelompok seks beresiko seperti para pelacur, tetap saja penjelasannya menunjukkan bahwa remaja pun akan menjadi obyek kampanye, karena realitasnya, seks bebas yang marak dilakukan remaja sejatinya adalah seks beresiko. Sebagaimana dirilis berbagai media nasional termasuk situs resmi bkkbn.or.id, kampanye kondom dipandang oleh menkes bisa menjadi obat mujarab untuk mengatasi tingginya tingkat penularan HIV/AIDs dan tingginya angka kehamilan tak direncanakan (KTD) yang berimplikasi pada maraknya aborsi. Terlebih, hingga saat ini pemerintah Indonesia masih dipandang aprestatif dalam upaya penanggulangan HIV/AIDs yang menjadi salah satu butir kesepakatan MDGs.
Berbagai persiapan pun sudah dilakukan, termasuk menyiapkan anggaran sebesar Rp. 25,2 milyar dari APBN 2012 yang dialokasikan untuk pengadaan kondom dan Rp. 28,4 milyar untuk kampanye melalui media,seperti radio, televise, billboard, dan acara cerdas cermat yang tentunya akan menyasar seluruh kelompok masyarakat, termasuk remaja. Bahkan, sebagaimana disampaikan Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi, lelang untuk pengadaan kondom 2012 ini sudah selesai. Pemenangnya adalah PT Kimia Farma Trading and Distribution dengan harga Rp24,8 miliar yang penandatanganan kontraknya sendiri sudah dilakukan mulai 7 Februari sampai 17 Februari 2012, (metrotvnews.com, 25/6).
Banyak pihak yang memandang, bahwa paradigma berpikir pemerintah yang diwakili menkes ini sangat sekuler dan liberal. Pemerintah nampaknya lebih peduli terhadap kesepakatan-kesepakatan internasional yang tak jarang bernuansa konspiratif melemahkan negara dunia ke-tiga yang mayoritas merupakan negeri kaum muslimin, daripada peduli terhadap potret generasi yang kian carut marut akibat dekadensi moral yang melanda kehidupan mereka sebagai dampak dari penerapan system sekuler dan budaya liberal yang dibiarkan bahkan seolah difasilitasi oleh negara.
Sebagaimana diketahui, seks bebas di kalangan remaja memang sudah merajalela. Temuan BKKBN tahun 2010-2011 saja sudah menunjukkan lebih dari 50 persen remaja putri usia 13-18 tahun sudah melakukan seks pra nikah. Padahal, seks bebas ini seringkali berujung pada KTD dan aborsi. Saat ini tercatat ada 2,3 juta kasus aborsi yang 30 persennya dilakukan oleh remaja.
Program-program penanggulangan yang digagas pemerintah semacam Kesehatan Reproduksi Remaja/seks edukasi dengan konsep ABCD yang include di dalamnya konten kampanye penggunaan kondom, alih-alih mampu menjadi solusi, malah program semacam ini kian memicu minat remaja untuk melakukan seks bebas. Terbukti , angka pelaku seks bebas dan angka aborsi di kalangan remaja dari tahun ke tahun terus meningkat.
Hal ini diperparah dengan berbagai kebijakan lain yang bisa dikata mengokohkan kerusakan moral di tengah remaja dan masyarakat secara umum. Melalui kekuatan undang-undang, pernikahan dini dicegah, tapi di sisi lain pornoaksi-pornografi yang memupuk naluri seksual remaja dibiarkan merajalela. Dengan dalih HAM dan jaminan atas privacy, pelaku seks bebas/perzinahan tak ditindak apa-apa. Pelacuran bisa beroperasi dengan izin dan terbuka bahkan dibina dan dijaga aparat penguasa. Profesinya pun diakui sebagai salah satu sub-item pendapatan Negara.
Di pihak lain, sistem pendidikan yang diterapkan pun kian tak jelas tujuannya kemana. Sementara nasib pendidikan agama kian termarginalkan karena dipandang tak berpengaruh terhadap produktivitas bangsa. Bahkan sejalan dengan agenda Amerika, gagasan deradikalisasi Islam dan isu melawan terror digagas dimana-mana, hingga para remajapun takut belajar agama, karena kian shalih remaja, dia kian dicuriga.
Jika demikian halnya, cita-cita menyelamatkan generasi hanya akan menjadi mimpi di siang bolong. Pemerintah terbukti tak serius menyelesaikan problem bencana moral yang senyatanya mengancam masa depan bangsa. Bahkan kasus ini, menambah panjang daftar ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, dimana pada banyak kasus, pemerintah seringkali hanya cari mudah dengan memilih jalan pintas melalui solusi-solusi pragmatic yang alih-alih bisa mengatasi masalah, malah justru seringkali menambah masalah.
Inilah wajah buruk Negara kapitalis-demokrasi yang tegak di atas asas sekularisme. Yang menjadikan akal manusia sebagai sumber aturan kehidupan, menjadikan nilai-nilai materi sebagai standar kebahagiaan dan disisi lain justru meminggirkan peran agama dari penyelesaian masalah-masalah kehidupan. Negara semacam ini hanya bisa melahirkan kebijakan sesat dan menyesatkan, dan akhirnya akan menuai bencana sebagaimana yang kita saksikan sekarang, mulai dari bencana politik, kepemimpinan, bencana ekonomi dan social serta bencana moral. Bahkan Negara semacam ini, pada akhirnya akan menjadi Negara tanpa daya dan terus menjadi korban konspirasi Negara-negara adidaya melalui berbagai kesepakatan dan konvensi internasional yang sejatinya melanggengkan penjajahan mereka.
Karenanya, sudah saatnya bangsa ini, khususnya umat Islam bangkit dari keterpurukannya dan kembali meraih kemuliaan. Caranya adalah dengan mencampakkan system kapitalisme yang tegak di atas asas sekularisme dalam seluruh aspek kehidupan mereka, termasuk dalam aspek bernegara dan sesegera mungkin kembali kepada system yang sahih, yakni sistem Islam. Karena Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah, Dzat Pencipta Kehidupan, Pemilik segala kesempurnaan dan keadilan, Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, yang aturan-aturannya merupakan tuntunan dan solusi atas seluruh problema kehidupan dalam seluruh aspeknya (poleksosbudhanhukkam).
Tegaknya aturan Islam secara kaffah (integratif dan komprehensif/sistemik) dalam naungan khilafah inilah yang dipastikan akan menjamin terwujudnya kebahagiaan hakiki dan kesejahteraan bagi umat manusia, menghindarkan manusia dari berbagai bencana, termasuk bencana moral yang melanda generasi penerus bangsa. Dan ini adalah suatu hal yang niscaya. Apalagi sejarah telah membuktikan, selama belasan abad, umat Islam mampu tampil sebagai sebaik-baik umat dan adidaya, bahkan menjadi pionir dan mercusuar peradaban dunia, termasuk dalam hal ketinggian moral dan kemajuan material. [][]
Belum ada tanggapan untuk "Bencana Moral di Balik Kampanye Kondom"
Posting Komentar