(Catatan atas Kontroversi Kedatangan Miss Universe )
Oleh : Siti Nafidah AnshoryKetua Muslimah DPD I Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat
Rencana kedatangan Miss Universe 2011 asal Angola, Leila Lopes ke Kota Bandung pada 11 Oktober 2011 memang layak ditolak semua pihak. Karena meskipun dipandang bisa membawa manfaat untuk menaikan citra positif khususnya bidang pariwisata Kota Bandung di dunia internasional, namun biaya sosial yang harus dikorbankan sesungguhnya jauh lebih besar. Selain berbenturan dengan visi Kota Bandung sebagai Kota Agamis yang anti miras, pornoaksi dan pornografi, membiarkan rencana ini terjadi berarti melegitimasi upaya sistematis pelecehan martabat kaum perempuan sekaligus mengamini gerakan demoralisasi yang dilakukan melalui event ratu-ratuan.
Pada faktanya, event semacam ini hanyalah merupakan alat para kapitalis untuk mencetak kapstok dan etalase berjalan bagi produk industri mereka yang berwujud kaum ‘perempuan’. Adalah Pacific Mills, perusahaan yang pertama menggagas pemilihan Miss Universe dengan tujuan untuk mempromosikan produk pakaian renang Catalina mereka pada tahun 1952. Lalu pada tahun 1996, Donald Trump menariknya ke dalam bisnis hiburan global dengan membeli hak kepemilikan kontes ini dan kemudian menayangkannya melalui stasiun CBS dan pada 2003 beralih ke NBC. Bahkan Trump kemudian memproduksi event serupa bernama ajang Miss USA dan Miss Teen USA dan berhasil meraup keuntungan besar dari bisnisnya.
Hingga saat ini, kontes Miss Universe kadung dipandang sebagai acara yang prestisius dan layak menjadi ajang unjuk gigi negara peserta termasuk Indonesia. Mereka termakan opini bahwa memenangi event semacam ini akan menaikkan martabat bangsa, hingga mereka pun latah membuat event serupa untuk memilih siapa perempuan tercantik yang layak bertarung di level dunia.
Naif memang. Bagaimana bisa martabat bangsa disetarakan dengan wajah cantik dan tubuh seksi perempuan yang dipoles dengan sedikit kelebihan otak (brain) dan pola sikap (behavior), yang faktanya juga dinilai entah dengan standar apa.Apalagi dalam pelaksanaannya, event tersebut selalu identik dengan aksi umbar aurat dan pakaian bikini para pesertanya. Bahkan konon ada sesi ukur buah dada dan (maaf) pemeriksaan alat kelamin para peserta. Nah, bukankah ini merupakan bentuk pelecehan? Dan bukankah ini bentuk komoditisasi perempuan?
Cermin Kebusukan KapitalismeMaraknya kontes ratu-ratuan sesungguhnya menggambarkan bagaimana posisi kaum perempuan dalam masyarakat sekuler kapitalistik. Dalam sistem rusak ini, perempuan memang dinilai dengan harga sangat murah dan terhina. Perempuan tak lebih dari benda/komoditas yang diperalat untuk memutar mesin industri kapitalis baik sebagai faktor produksi maupun sebagai objek pasar bagi produk yang dihasilkannya.
Keberadaan tenaga kerja industri di berbagai bidang yang mayoritas berjenis kelamin perempuan membuktikan hal ini. Upah yang murah dan karakter perempuan yang cenderung pasrah menjadi alasan para kapitalis lebih suka menggunakan tenaga mereka. Kemiskinan struktural akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme pun turut memaksa kaum perempuan terjun dalam dunia kerja yang keras tersebut. Padahal di saat sama, mereka tak bisa melepas peran kodrati mereka sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anak mereka. Dampaknya bisa dibayangkan. Perempuan terjebak dalam dilemma. Dan kualitas keluarga sebagai basis masyarakat pun menjadi taruhannya.
Hal ini kemudian diperparah dengan diintrodusirnya pemikiran kesetaraan jender di tengah masyarakat yang senyatanya dikembangkan untuk mendukung suksesnya agenda kapitalisme. Bagaimana tidak, selain alasan kebutuhan, pemikiran inilah yang berhasil mendorong kaum perempuan berbondong-bondong masuk dunia kerja dan mengabaikan peran kodrati mereka sebagai ibu dan manajer rumahtangga tanpa perasaan bersalah sedikitpun. Mereka berpikir, dengan berdaya secara ekonomi, martabat mereka menjadi lebih tinggi, terutama di hadapan laki-laki.
Di saat yang sama, kapitalisme juga menumbuh suburkan paham liberalisme dan materialisme di masyarakat. Keberadaan paham-paham inilah yang memudahkan berbagai industri kapitalis yang melibatkan kaum perempuan berkembang pesat, tanpa mengindahkan halal haram, termasuk di dalamnya nilai-nilai moral. Industri prostitusi, trafficking, pornografi pornoaksi dan industri hiburan semacam kontes ratu-ratuan yang merusak akhlak bahkan menjadi sektor ekonomi bayangan yang menjanjikan untung besar, baik bagi para pengusaha maupun bagi negara (sumber pajak).
Paham inipun telah meracuni masyarakat terutama kaum perempuan untuk bersikap konsumtif dan mengutamakan nilai-nilai yang bersifat materi, termasuk ketika mereka memaknai kebahagiaan dengan sesuatu yang jasadi. Wajarlah jika mereka menjadi sasaran empuk iklan-iklan produk kapitalis, mulai dari produk makanan, mode pakaian, produk kosmetik dan produk-produk hiburan semacam film dan lain-lain. Dan tragisnya, tanpa sadar kaum perempuan telah menjadi penopang utama langgengnya hegemoni sistem kapitalis yang rusak dan merusak ini di tengah-tengah umat.
Bahaya Kapitalisme bagi Umat
Paham kapitalisme sejatinya merupakan adik kandung sekularisme yang menafikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Paham ini diemban negara-negara adidaya dan diwujudkan dalam bentuk sistem hidup kapitalis yang bertumpu pada sektor perekonomian. Sesuai dengan namanya, yang menjadi aktor utama dalam mengeksiskan sistem ini adalah para pemilik modal. Mereka berkolaborasi dengan para penguasa, namun merekalah penguasa sebenarnya, yang menyetir berbagai kebijakan negara agar memberi keuntungan besar sekaligus melanggengkan hegemoni korporasi mereka.
Pada prakteknya, paham kapitalisme identik dengan imperialisme. Bahkan imperialisme menjadi metoda pengembanan paham ini ke seluruh dunia. Inilah yang melatarbelakangi praktek-praktek penjajahan yang terjadi sejak dulu hingga sekarang, baik dalam bentuk penjajahan fisik/militeristik, penjajahan ekonomi, pemikiran, budaya maupun politik.
Selain identik dengan imperialisme, kapitalisme juga identik dengan liberalisme. Paham yang dikembangkan John Lock ini menggambarkan kehidupan sebagai sesuatu yang keras, dimana manusia lahir untuk bersaing satu sama lain secara bebas dalam menguasai asset ekonomi sebagaimana srigala lapar bersaing satu sama lain memperebutkan makanan. Struggle for life. Siapa kuat, dia yang dapat. Si kuat memangsa yang lemah.
Keberadaan paham-paham rusak ini satu sama lain saling mengukuhkan, hingga kapitalisme dan negara-negara pengembannya tampil sebagai monster yang membahayakan., ekspansif dan imperialistik. Dengan modal yang kuat, mereka setir dunia dan mereka beli loyalitas para penguasa negara boneka, hingga dengan mudah, negara-negara lemah ini mereka jadikan sapi perah yang kekayaannya dirampok dan rakyatnya dibiarkan kian miskin dan bodoh.
Pada kondisi ini, kaum perempuan tak luput dari sasaran. Bahkan mereka telah lama dijadikan jalan melanggengkan penjajahan. Caranya dengan menumpulkan potensi mereka sebagai pencetak generasi unggul yang berpotensi melakukan perlawanan, baik melalui penjajahan ekonomi yang memiskinkan, maupun melalui serangan budaya dan pemikiran sebagaimana paham kesetaraan jender yang mengikis fitrah kewanitaan.
Saatnya Meraih Ketinggian Martabat HakikiSebagai bagian dari masyarakat, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Jawa Barat merasa berkewajiban untuk turut memahamkan umat, termasuk kaum perempuan tentang bahaya terselubung di balik hingar bingar event ratu-ratuan yang ternyata hanya menjadi alat para pengemban kapitalisme untuk mengukuhkan hegemoni politik dan ekonomi mereka atas dunia melalui kaum perempuan. Padahal jelas bahwa hegemoni kapitalismelah sumber segala kerusakan, termasuk penghinaan atas harkat dan martabat kaum perempuan.
Untuk itu, terkait kedatangan Miss Universe ke Kota Bandung, Jawa Barat, kami menyerukan kepada semua pihak untuk secara bersama:
1. Menolak perempuan dijadikan komoditas berdasarkan ukuran primitif berupa kemolekan fisik.
2. Menghentikan eksploitasi perempuan dalam bentuk dan dalih apapun, termasuk event ratu-ratuan.
3. Mengarahkan perempuan Indonesia, kembali kepada kemuliaannya sebagai perempuan yang berpegang teguh pada nilai agama, bukan nilai-nilai sekular kapitalistik.
4. Mengarahkan perempuan Indonesia untuk berprestasi di ajang internasional tanpa mengorbankan jati dirinya sebagai umat beragama.
5. Mengarahkan perempuan Indonesia untuk berkarya dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri, bahkan sebagai negara pertama di dunia. Bukan sebagai negara pengekor yang hanya menjadi pasar bagi kapitalisme global.
Ala kulli hal, patut diingat, bahwa Indonesia adalah negara yang berpotensi menjadi negara pertama, Selain potensi sumber daya alam dan manusianya yang melimpah ruah serta potensi geografis yang strategis, Indonesia juga menyimpan potensi ideologi yang bisa mengancam hegemoni kapitalisme global di masa yang akan datang, yakni ideologiIslam. Itulah kenapa Indonesia selalu menjadi sasaran bidik serangan budaya dan pemikiran, termasuk melalui cara-cara yang dikemas apik sebagaimana agenda kedatangan Miss Universe ini. Jadi waspadalah! [SNA]
Belum ada tanggapan untuk "Komoditisasi Perempuan dan Borok Kapitalisme"
Posting Komentar